Cinta yang Tak Terbalas

 "Re, kamu tak datang di acara pernikahannya ? Minggu ini loh dia menikah,"kata Via padaku saat kami video call. 

Aku bingung siapa yang dimaksudnya akan menikah minggu ini, karena tak ada satupun temanku yang mengirimkan undangan.
"Emang kamu ga tau Re, apa kamu ngga di undang ya?" Katanya lagi tanpa memberiku jeda untuk menjawab pertanyaannya.
Aku hanya mendesah, karena memang aku tidak tau siapa yang dia maksud.
"Hmmmmmm. Sebenarnya siapa sih itu Vi?" Tanyaku sambil tertawa, karena dia heboh sekali saat dia membicarakan ini.
"Itu loh si Dandy" jawabnya menggebu-gebu dan berharap aku terlihat antusias.
Seketika itu, aku teringat Dandy, orang yang dulu pernah dekat dengan ku. Dia ku anggap teman, yang kapan saja selalu ada untukku, tapi ternyata aku salah. Salah mengartikan semua sikapnya padaku. Hingga pada suatu ketika dia tidak mau berbicara denganku seperti biasanya, ketika bertemu di tempat kerja, dia seakan menghindariku. Akupun bertanya-tanya pada diri sendiri apa aku pernah berbuat salah padanya? Atau aku yang keterlaluan bersikap manja padanya karena apapun yang aku butuhkan atau inginkan, aku pasti akan meminta padanya, karena aku nyaman berteman dengannya. Aku merasa seperti punya kakak ketika di buat seperti itu. Dan aku anggap semua perlakuannya, sungguh ku menyukai itu. Lama kelamaan aku bingung akan sikapnya yang lama kelamaan menjauh dariku. Di tempat kerja dia menghindariku, biasanya setiap jam istirahat kami selalu bersama, entah duduk sambil makan atau bercerita. Tapi, kali ini dia menjauh dan aku tak tahu dimana letak kesalahanku padanya.
Suatu hari di saat jam kerja yang sama, ku mengirim pesan padanya dan mendatanginya di tempat dia biasa duduk menyendiri.
[ Dandy, kamu dimana?]

Semenit, dua menit berlalu setelah pesanku dia baca namun tak kunjung ada balasannya. Selama itu pun aku tak kluar dari obrolan itu dengannya. Masih ku lihat chat yang ku kirimkan. Tapi, tiba-tiba ku liat dia mengetik.

[Aku di taman tempat biasa]
.
Wow, aku merasa bahagia ketika dia membalas pesanku. Cepat-cepat ku balas pesannya.
[Ok, aku kesana ya]
Dia hanya menjawab dengan jawaban yang paling singkat. Jawaban yang baru kali ini aku dapat darinya, selama aku berteman dengannya.
[Y..]
Senang tentu saja. Di balas chat saja sudah bahagia walaupun ada yang mengganjal di hatiku. Tak pernah ia membalas pesanku sesingkat ini.
Aku menuju ke tempat yang dia sebutkan. Namun, sebelumnya aku membeli makanan ringan di kantin tempat ku bekerja dan membawanya kesana.
Ketika aku tiba di taman, aku melihat dia duduk sendirian dan dia tak menyadari aku sudah ada di dekatnya. Dia masih menatap jauh ke jalan depan taman. Sesekali dia melihat Hp miliknya, sesekali dia mengelus dadanya. Namun, ketika dia mendongak, dia mendapatiku tersenyum padanya dan memberi makanan yang ku bawakan memang untuknya. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Aku langsung duduk di sampingnya yang dipisahkan oleh makanan yang ku bawa tadi.
"Terima kasih Re" katanya sambil melirik ke arahku dengan seulas senyum yang ku tau senyuman terpaksa yang dia berikan untukku.
"Sama-sama, Dan, kataku menjawabnya sambil tersenyum tulus padanya.
"Kamu kesini, ada perlu apa?" Katanya sesaat kemudian ketika kami sibuk dengan makanan masing-masing.
Aku sempat meliriknya dan kemudian melanjutkan makan makanan yang sudah berada di mulutku. Tak mau aku menjawab ketika makanan sebesar bola pingpong itu masuk dalam tenggorokanku, takutnya aku keselek, dan mati konyol disini. Setelah mengnunyah dan memastikan makanan itu mendarat dengan sempurna di dalam perutku. Kemudian aku menatapnya lama dan kemudian aku tersenyum padanya.
"Itu kah pertanyaan seorang teman ?" Jawabku masih dengan senyuman miris yang ku berikan padanya, senyuman yang tak setulus tadi. 😥
"Nggak, aku cuma bertanya saja, tumben kamu tanya aku dimana, biasanya kamu cuek dan bahkan enak-enakan duduk berdua sama si Rio itu. " Jawabnya kemudian memalingkan wajahnya dariku.
Aku membeku dan tak tahu mau jawab apa. Apa aku salah duduk dengan Rio, padahalkan teman di tempat kerja yang sama. Kan tidak mungkin aku akan menempel terus padanya jika dia sedang mengajar.
"Loh Rio kan teman kita juga, kenapa aku tidak boleh berteman dengannya? Apa aku salah kalau berteman dengan semua orang?" Jawabku sambil menatap wajahnya. Dia memalingkan wajahnya dariku dan mendesah kaku.
" Ia, kamu salah berteman dengannya, itu salahmu makanya aku menjauhimu" katanya kemudian bangkit berdiri dan berlalu dari taman dan membiarkan makanan yang ku bawakan untuknya tanpa dia sentuh sama sekali. Aku menatap nanar punggungnya yang semakin menjauh ke arah ruangan guru yang terletak di sebelah barat taman.
Aku mendesah pelan, dan memikirkan sikapnya yang dingin padaku dan tak lagi mau menyapaku sama seperti sebelumnya. Jujur ada yang hilang dan aku tak tahu perasaan macam apa ini.
.
Aku sampai bertanya pada Via perihal ini karena sudah sebulan dia tak mau menyapa, padahal di tempat kerja kami, sesama guru setiap pagi dan sepulang sekolah harus saling menyapa dan salam. Tapi, ketika tiba giliranku dia akan pergi atau dia menghindar dariku dan itu semakin menyiksaku. Aku mengirimkan pesan dan bertanya padanya kenapa dia selalu mendiamkanku, dia membalas kamu tidak akan pernah mengerti jawabnya.
Aku bingung, aku tak mengerti di bagian mananya.? Aku tak paham, jujur, selama dia tidak jujur apa salahku padanya , aku merasa semakin besar kesalahanku padanya.
Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, tak pernah ada teman yang mendiamkanku tanpa alasan yang jelas. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajak di Kota Tua